Buat Lo yang Ngaku Fans JKT48: Gak Semua Hal harus Dishare!
Kritik pedas buat kita semua yang kadang terlalu impulsif di sosmed.
Jadi fans JKT48 itu bukan cuma soal teriak chant, beli tiket teater, atau pamer koleksi merch. Lebih dari itu, jadi fans berarti lo punya tanggung jawab moral buat jaga nama baik idol yang lo dukung. Tapi sayangnya, makin ke sini, makin banyak dari kita yang keblinger. Sosial media dijadiin ladang eksistensi. Apa pun lo post, demi views, likes, dan validasi.
Gue gak nyuruh lo buat bungkam. Tapi come on, belajar bedain mana yang perlu dibagi, mana yang cukup lo simpan sendiri. Niat lo mungkin baik, tapi kalo gak dipikirin matang, bisa jadi bumerang. Nih, gue kasih beberapa kasus yang harusnya bisa jadi tamparan keras buat kita semua:
1. Insiden Rasis di Teater (2017)
Lo mungkin masih inget, waktu salah satu member tim K3, Ayu Safira Oktaviani alias Okta, nyeletuk candaan yang bernuansa rasis soal orang Papua. Jelas, ini bukan sesuatu yang bisa dibenarkan. Tapi menyebarkannya ke publik justru menimbulkan potensi konflik yang luas!
2. Viral Member Baru di Event Handshake
Waktu generasi baru dikenalin, ada member yang masih muda banget. Videonya viral. Netizen awam langsung nyerocos: eksploitasi lah, gak pantas lah. Padahal, fans sendiri yang nyebarin. Terus lo kaget kalo netizen luar fandom nyinyir? Salah siapa?
3. Fakta Unik yang Gak Perlu Diangkat
Beberapa akun fandom sering terlalu semangat share “fun facts” yang sebenarnya kurang relevan dan berpotensi disalahpahami. Contohnya: info bahwa seorang member baru ada yang masih sekolah SMP. Bagi fans, ini mungkin terasa lucu atau menggemaskan. Tapi di luar, itu bisa jadi bahan olok-olokan atau menciptakan narasi miring soal JKT48. Kita harus belajar memilah: mana yang bermanfaat, mana yang hanya akan memperbesar celah untuk hujatan.
4. Insiden Pelecehan di Mall Solo (2022)
Salah satu kejadian paling menyakitkan adalah saat tur luar kota, di mana seorang member nyaris jadi korban pelecehan oleh oknum. Fans yang merekam kejadian tersebut malah ikut menyebarkan videonya, yang akhirnya viral di berbagai platform. Bukannya dapat keadilan, yang ada malah JKT48 makin disorot negatif. Setelah itu, baru deh muncul gerakan minta takedown dan klarifikasi. Tapi semua udah telanjur. Ini bukti konkret bahwa niat “menyuarakan kebenaran” kadang bisa blunder kalau gak dipikir matang.
5. Bikin konten perbandingan antar member.
Serius, ini salah satu konten paling sampah yang pernah gue liat selama ngidol di fandom ini. Gue nemu di TikTok, dan parahnya, bukan cuma sekali muncul, tapi berkali-kali! Kontennya ngebahas fisik member, kayak gini contohnya: “Ini member terjelek di JKT48 versi gue, kalo versi lo siapa?” Gila, goblok banget! Bukan cuma kontennya aja, isi komennya juga lebih parah. Bukannya negur si pembuat konten, mereka malah ikutan nimbrung ngasih pendapat versi mereka! Hasilnya? Member baca, kena mental, sampe klarifikasi di teater. Edan. Ga cuma itu, kadang ada juga versi sebaliknya, "Urutan Member tercantik". Tapi yang paling urutan terbawah pastinya jadi insecure dong, dia sampe nangis kata temen segenerasinya. Mending stop deh bikin konten perbandingan fisik kayak gini.
Sebagai fans, kita harus lebih bijak dalam memilih informasi yang akan disebarkan. Memahami dampak dari viralnya sebuah berita dapat membantu melindungi idol kita dari citra buruk dan menjaga reputasi JKT48 di mata publik. Mari kita lebih berhati-hati dan mempertimbangkan dampak jangka panjang dari setiap postingan yang kita bagikan.
Social Plugin