Langsung ke konten utama

JKT48: Antara Konsep Idol Jepang dan Adaptasi Pasar, Drama Selalu Ada!



JKT48 itu memang unik. Mau konsepnya masih kental dengan nuansa idol Jepang ala-ala pusatnya AKB48, atau sekarang yang mulai menyesuaikan pasar, selalu aja ada yang diributin sama fans. Bener nggak sih? 


Sistem Tim: Ketika Fans Jadi Terpecah Belah 

Kalau kita flashback ke era tim J, K3, sama T, fans tuh kayak terpecah jadi beberapa kubu yang super militan 'purist'. Bukan cuma sekadar dukung oshi doang, tapi mereka juga kebawa banget ke persaingan antar tim yang kadang bisa dibilang agak "panas." Sebenarnya, kalau masih persaingan sehat sih nggak masalah, tapi realitanya malah jadi persaingan toxic. Member sering kena imbasnya, dijadiin bahan perbandingan nggak adil, atau bahkan lebih parah lagi, dihujat habis-habisan cuma gara-gara beda tim. Yang paling gila itu waktu Aya di-shuffle dari tim J ke K3 (ditukar Yona), banyak yang nggak terima dan bilang "member kreatif dituker member pincang" karena Aya lagi cedera parah waktu itu. Ironis banget, kan?


Sekarang: Sistem Tanpa Tim, Tapi Masalah Tetep Ada

Setelah sistem tim dihapuskan, bukannya masalah selesai, eh malah nambah masalah baru. Konsep tanpa tim ini memang bikin member lebih fleksibel karena bisa muncul di setlist mana aja. Tapi ternyata, ini bikin member makin capek karena harus menghafal lebih banyak lagu dan koreografi dalam lebih dari satu setlist. Jadwal mereka jadi lebih padat dan energi mereka lebih terkuras. Dan fans? Tetep aja nggak puas. Akhirnya, drama lama muncul lagi dalam bentuk baru. 


Handshake vs Meet and Greet: Mana yang Lebih Idol?

Dulu ada event handshake, di mana fans bisa salaman dan ngobrol singkat sama member. Seru sih, tapi ada juga sisi gelapnya. Beberapa ex-member pernah speak-up soal pengalaman nggak enak mereka. Jadi nggak heran kalau manajemen sekarang mikir dua kali buat bikin event yang lebih aman. Akhirnya, handshake diganti sama meet and greet yang lebih terkontrol. Awalnya, perubahan ini muncul pas era pandemi buat ngurangin kontak fisik, tapi sampai sekarang masih dipertahankan. Walau begitu, perubahan ini sempat dapat protes. Ada yang bilang kalau meet and greet kurang punya ‘feel’ idol yang sesungguhnya. “Meet and greet tuh kayak kurang intim, kurang personal. Nggak kayak handshake dulu,” katanya.

*Mungkin, solusi terbaik adalah balik lagi ke Handshake, tapi kali ini dengan sistem keamanan yang lebih ketat. 


Sesi Hi-touch yang Dirindukan. 

Setiap kali abis show teater, biasanya ada sesi hi-touch di mana fans bisa high-five sama member. Keliatannya sih simpel, cuma tos cepat doang, tapi ternyata banyak dramanya. Ada member yang pernah di-skip sama fans, atau yang lebih parah, pernah ada yang dikasih jari tengah. Momen-momen kayak gitu bikin hi-touch jadi kontroversial. Tapi sejak pandemi, sesi ini dihilangin. Sekarang, banyak fans ngerasa ada yang kurang setiap habis nonton teater karena nggak ada lagi sesi ini. Bener-bener deh, you don’t know what you got till it’s gone.


Lagu Di Luar Teater: Bawain yang Itu-itu Terus atau Menghilangkan kesan Eksklusif?

Dulu, waktu perform di luar teater, apalagi pas tampil di TV, JKT48 sering dikritik karena bawain lagu yang itu-itu aja. Fans jadi bosen dan nuntut sesuatu yang fresh. Eh, sekarang pas mereka mulai bawain lagu-lagu teater di luar, masih aja ada yang nggak puas. Katanya, lagu-lagu teater harusnya eksklusif buat teater biar tetap punya daya tarik spesial.


Pada akhirnya, apapun konsep yang diusung oleh JKT48, baik itu tetap mempertahankan konsep idol Jepang atau menyesuaikan dengan pasar, selalu aja ada drama yang menghiasi perjalanan mereka.